Berita

Hipelki: Ekosistem Alkes Stagnan, Ketahanan Kesehatan Terancam

RM.id Rakyat Merdeka – Ketua Umum Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (Hipelki), dr. Randy H Teguh mengungkapkan kekhawatiran mendalam soal stagnasi dalam pertumbuhan ekosistem alat kesehatan (alkes) nasional.

Menurut Randy, mandeknya perkembangan ini dipicu oleh persoalan serius di tiap titik ekosistem alkes. Diperparah tekanan eksternal, seperti konflik geopolitik dan prioritas ekonomi yang dinilai menggeser fokus pemerintah dari isu ketahanan kesehatan.

“Indonesia tak boleh lupa pelajaran dari pandemi Covid-19. Ketahanan alkes adalah pilar ketahanan kesehatan. Dan ketahanan kesehatan itu sendiri adalah bagian dari ketahanan bangsa,” kata Randy dalam Rapimnas Hipelki bertajuk Penguatan Ekosistem Alkes Nasional yang Inovatif dan Mandiri Menuju Indonesia Sehat dan Berdaya Saing Global, Senin (29/7/2025).

Hipelki mencatat, target ambisius pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen telah menyedot energi dan sumber daya pemerintah, hingga nyaris tak tersisa untuk membangun fondasi ketahanan kesehatan yang lebih kokoh.

“Layanan rutin seperti pemeriksaan kesehatan gratis memang tetap berjalan. Tapi ketahanan kesehatan jauh melampaui itu. Ia butuh infrastruktur industri obat, alkes, dan layanan kesehatan yang saling menopang dan berkelanjutan,” ujarnya.

Randy mengungkapkan, sejak berdiri pada November 2023, Hipelki telah berupaya menjadi katalisator penguatan industri alkes nasional. Sayangnya, kemajuannya jauh dari harapan.

“Ekosistem hilir seperti produsen dan distributor justru diguncang sistem pengadaan terpusat yang mengabaikan distributor daerah, tekanan harga jual alkes, hingga macetnya sistem pembayaran,” beber Randy.

Tak sedikit distributor kini kehabisan modal karena rumah sakit menunda pembayaran, dengan alasan audit. Alhasil, distributor tak bisa membayar produsen. Rantai pasok alkes pun terganggu, bahkan terancam putus total.

“Ini efek domino. Peneliti ogah lanjut karena tak ada insentif, produsen kesulitan menembus skala ekonomis, laboratorium enggan berinovasi, dan investor kabur,” papar dia.

Situasi makin runyam karena isu penghapusan syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam renegosiasi tarif dagang dengan Amerika Serikat. Hal ini membuat pelaku industri makin tak percaya diri berinvestasi di sektor alkes.

“Negara lain justru jor-joran menarik investasi dan memasarkan produk mereka ke Indonesia. Kita bisa kebobolan kalau tak segera ambil sikap,” tegas Randy.

Hipelki meminta pemerintah segera menemukan titik tumpu untuk mengatasi persoalan ini, agar pembangunan ekosistem alkes dalam negeri tak ikut tumbang.

“Gagal bangun ekosistem alkes bukan cuma soal kesehatan. Tapi juga soal target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang bisa ikut kandas,” pungkasnya.

Rakyat Merdeka

Bagikan Postingan

Silakan hubungi kami sekarang

Butuh bantuan atau ingin berbicara dengan kami? Silakan hubungi kami sekarang. Kami menantikan pesan Anda!

Scroll to Top