KBRN, Jakarta: Himpunan Pengembangan Ekosistem Alkes Indonesia (HIPELKI) terus mendorong kemandirian alat kesahatan di Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih bergantung kepada bahan baku, komponen, dan teknologi impor alkes.
Ketua Umum Hipelki Randy H Teguh mengatakan pada masa dan setelah Pandemi Covid-19, Pemerintah terus berusaha mendorong kemajuan industri alkes. Yakni dengan membuka berbagai kesempatan untuk meningkatkan penggunaan alkes dalam negeri dan mendorong kegiatan ekspor.
“Hipelki mendukung upaya ini, dengan belajar dari negara lain yang telah lebih dulu mandiri alkes seperti Cina, Korea, India dan Taiwan. Industri alkes hanya dapat berkembang bila terbentuk ekosistem alkes yang kuat dan lengkap,” kata Randy saat ditemui, Jumat (30/8/2023).
Randy menyebut, dari sekitar 800 pabrik alkes yang ada saat Pandemi Covid-19, hanya sekitar 500 pabrik yang masih bertahan. Dan ini mengkhawatirkan karena mengindikasikan bahwa pembangunan pabrik alkes masih merupakan tindakan yang tidak berkelanjutan.
Randy menyatakan bahwa saat ini Indonesia masih berfokus untuk membangun pabrik alkes dan melakukan proteksi. Namun, kini belum berfokus untuk membangun industrinya.
Dia menuturkan, pembangunan ekosistem pendukung pabrik alkes masih terhambat, seperti produksi bahan baku, komponen, dan lab pengujian. Sehingga harga alkes dalam negeri sulit bersaing dengan alkes impor.
“Selain itu, kolaborasi antara peneliti dan pengusaha untuk melakukan penguasaan dan pengembangan teknologi juga masih jauh dari mulus. Meskipun Kementerian Kesehatan RI telah berinisiatif untuk menjembatani dengan meluncurkan Pedoman Hilirisasi Penelitian Alkes Nasional,” ucapnya.
Pihakhnya, berharap agar pemerintah yang baru tetap konsisten untuk membangun ketahanan kesehatan melalui kemandirian alkes. Karena alkes sebagai pendukung layanan kesehatan memiliki posisi yang strategis, meskipun dari segi bisnis memiliki nilai yang jauh lebih kecil.
Sumber: RRI