BISNISMARKET.COM – Industri alat kesehatan (alkes) nasional sedang menghadapi badai yang dahsyat. Kebijakan tarif impor 19% antara AS dan Indonesia, ditambah lagi dengan penghapusan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), membuat banyak pihak bertanya-tanya: apakah ini akhir dari industri alkes dalam negeri? Atau justru ada secercah harapan di tengah ketidakpastian ini?
Ketua Umum HIPELKI, Randy H. Teguh, dengan nada khawatir menyampaikan kegelisahannya. Ia merasa pemerintah belum sepenuhnya hadir untuk melindungi industri dalam negeri.
“Pemerintah harus menciptakan regulasi yang adil agar pelaku lokal dan impor bisa bersaing sehat,” kata Randy H. Teguh, di Jakarta, Selasa (29/7).
Ia bahkan memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa merusak iklim investasi di sektor yang katanya strategis dan menjadi tulang punggung target pertumbuhan ekonomi 8%. Sebuah target yang kini terasa semakin jauh.
Namun, di tengah hiruk pikuk kekhawatiran, muncul suara optimis dari Imam Subagyo dari ASPAKI. Ia justru melihat ini sebagai peluang emas untuk meningkatkan ekspor alkes Indonesia ke Amerika Serikat. Sebuah pandangan yang kontras dengan mayoritas pelaku industri.
“Produk AS yang masuk bersifat high-tech dan spesifik, tidak bersaing langsung dengan produksi lokal,” jelasnya.
Pernyataan ini seolah menepis kekhawatiran akan gempuran produk impor. Tapi, benarkah demikian? Apakah industri lokal kita benar-benar siap bersaing, bahkan di ceruk pasar yang berbeda?
Randy dari HIPELKI tetap bersikukuh bahwa kebijakan ini adalah sebuah kesalahan besar. Penghapusan TKDN, menurutnya, hanya akan memperkeruh suasana dan menghilangkan kepercayaan investor.
“Peniadaan TKDN membuat ekosistem alkes semakin keruh dan mengurangi kepercayaan investor,” kritik Randy.
Ia mendesak pemerintah untuk segera bertindak, mengambil langkah-langkah strategis yang berani untuk melindungi industri dalam negeri. Sebuah permintaan yang mungkin sudah lama digaungkan, namun belum sepenuhnya didengar.
Di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa produk high-end seperti alat diagnostik canggih masih sangat bergantung pada impor dari AS. Keterbatasan teknologi lokal memaksa kita untuk mengimpor, menciptakan dilema antara memenuhi kebutuhan kesehatan nasional dan melindungi industri sendiri.
Para ahli pun sepakat bahwa kebijakan yang diambil haruslah berimbang. Membuka keran impor tanpa memperkuat kapasitas produksi dalam negeri sama saja dengan bunuh diri. Sinergi antara produsen lokal, importir, dan pemerintah adalah kunci untuk menciptakan ekosistem alkes yang benar-benar kompetitif.
Sebagai solusi, HIPELKI mengusulkan insentif fiskal dan program hilirisasi untuk meningkatkan daya saing industri lokal. Sebuah langkah yang diharapkan bisa menjembatani kepentingan berbagai pihak dan memastikan kemandirian alat kesehatan nasional di masa depan.